Tinggal di negeri orang selama waktu yang ngga singkat bukan perkara mudah. Saya rasa hal ini udah pernah kalian dengar sebelumnya, kalau “apa yang tampak di medsos ngga sepenuhnya menggambarkan apa yang terjadi di kehidupan nyata”. Tentunya ada banyak banget alasan untuk membenarkan statement tersebut. Banyak tantangan dan ujian yang setiap diaspora hadapi di negeri orang, termasuklah di hari-hari penting dan istimewa seperti perayaan lebaran satu pekan yang lalu.
Di negara rantauan, penting banget untuk making friends dengan orang-orang berkebangsaan sama supaya kerinduan dengan keluarga tanah air bisa somehow terobati. Alhamdulillah, di Istanbul, hal ini bukan masalah sama sekali.
Meskipun bukan ibukota, Istanbul adalah kota terbesar dan terpenting di Turki dengan penduduk yang melebihi 15 juta orang, tiga kali lipat dari penduduk ibukota Ankara yang cuma sekitar 5 juta orang aja. Hampir 20 persen dari 80 juta penduduk Turki ada di Istanbul (Yeni Safak, Februari 2018).
Dari 15 juta penduduk tersebut, sekitar 500-nya (mungkin lebih) adalah penduduk Indonesia, termasuk mahasiswa, pegawai, dan yang kami sebut disini sebagai ‘gelin’ yaitu perempuan Indonesia yang menikah dengan orang setempat. Karena jumlah masyarakat Indonesia yang lumayan banyak ini, sejak 2013 (kalau saya ngga salah ingat), Kemenlu membuka Konsulat Jenderal Republik Indnesia (KJRI) di Istanbul yang wilayah kerjanya juga mencakup beberapa kota lain di sekitar Istanbul.
Konsulat ini versi lebih kecilnya kedutaan besar di Ankara dengan tugas yang hampir sama. Salah satu yang menjadi nikmat terbesar kami mahasiswa disini adalah program-program dan acara yang sering diadakan KJRI macam perayaan 17 Agustus, open house ketika lebaran, acara kebudayaan, bahkan diskusi. Kenapa jadi nikmat terbesar? You guessed it, karena dimana acara KJRI, disitu ada makanan Indonesia. (Tapi kami datang ke acara bukan cuma demi makanan aja, kok. Lol)
Selain itu, ngga sedikit ibu-ibu yang jualan makanan Indonesia atau bahkan yang suka ngundang main kerumahnya buat sekadar makan-makan. Jadi lah soal kangen sama masakan Indonesia bukan masalah besar buat mahasiswa disini.
Selain KJRI, ada juga satu organisasi yang menyatukan semua masyarakat Indonesia di Istanbul, namanya sangat self-explanatory sebenarnya; Masyarakat Indonesia Istanbul. Kalau PPI Istanbul adalah organisasi yang cuma menghimpun mahasiswa di Istanbul, MII menghimpun semuanya termasuk mahasiswa, pegawai, ibu-ibu yang ikut suami, ibu-ibu yang menikah dengan orang Turki, semuanya tanpa terkecuali. Hari Sabtu kemarin, seperti tahun-tahun sebelumnya, MII mengadakan acara piknik bersama dalam rangka merayakan Idul Adha. Another blessings for hungry broke students.
Sejak pulang dari Trabzon dua hari sebelumnya, saya masih menginap di rumah Bu Sofi karena memang Ibu lagi sendirian dan butuh bantuan untuk masak-masak. Sejak hari Jum’at, Ibu sudah sibuk menyiapkan bahan-bahan. Rencananya Ibu mau bawa lontong sayur, kolak, nasi kuning, dan kerupuk ke piknik.
Sekitar pukul 9.30 pagi, kami tiba di lokasi piknik di Taman Haliç yang letaknya di pinggir Teluk Golden Horn. Kami datang awal karena Ibu bawa sebagian makanan untuk sarapan dan saya juga diajak jadi panitia dokumentasi hari itu.
Sebelum kami, sudah ada beberapa panitia yang sudah standby. Ada yang menyiapkan tungku batu, merapikan hadiah, dan meniup balon. Setiba disana, karena bawaan yang banyak, Ibu Sofi diarahkan ke tikar kosong dan shortly after, wadah lontong sayurnya dibuka dan kita semua mulai makan. Emang deh kalau ngumpul sama ibu-ibu mah.
Sambil menunggu yang lain datang, masakan daging-dagingan mulai dipanasin (ngga dimasak disana biar ngga makan waktu).
Saya ngga tahu nama makanannya tapi pokoknya itu daging sapi dan kambing dimasak supaya pas dengan lidah Indonesia dan Turki karena banyak suami dan anak ibu-ibu gelin yang bakalan datang.
Dooprize dan bingkisan snack untuk anak-anak juga sudah siap. Semuanya adalah sumbangan dari para ibu-ibu. Di acara beginian, mahasiswa memang cuma bisa nawarin tenaga sama kehadiran :’)
Sekitar pukul 11.30 banyak yang mulai berdatangan.
Beberapa ibu-ibu ada yang bawa dagangan macam tempe, gorengan, dan lain-lain.
Ngga lama kemudian, acara pun dimulai, diawali dengan lomba makan kerupuk untuk bocah-bocah blasteran Turki-Indo segala usia.
Emak-emaknya siaga di belakang dan di depan anak-anaknya. Selain untuk ngejelasin cara lomba juga untuk kasih dukungan dalam bentuk apapun; ada yang sorak-sorak, atau langsung turun tangan seperti ini…
…atau ini…
Meskipun ada yang selesai duluan, pada akhirnya semua anak kebagian bingkisan. Tujuannya memang supaya anak-anak pada happy dan ngga bosan.
Setelah itu, acara betul-betul dibuka dengan pembukaan dan sambutan-sambutan. Yang hadir juga sedikit demi sedikit bertambah.
Dua orang yang berdiri pegang microphone itu adalah MC acara kemarin. Yang satu namanya Tante Eka, sudah biasa ngemsi acara-acara disini. Biasanya ditemani sama mahasiswa namanya Natul, tapi hari itu diganti Kak Aldy karena Natul masih liburan. Btw, you can see betapa banyak bocah-bocah blasteran disini. Dan ini belum semuanya.
Sambutan dari Ketua MII 2016-2018, Tante Fardal Dale Yılmaz.
Dan Pak Iwan selaku perwakilan dari KJRI karena Pak Konjen lagi ngga berkesempatan hadir.
Agenda-agenda setelah itu betul-betul bebas. Ibu-ibu dan para suami ikutan games sambil mengawasi anak-anak yang lari sana-sini. Oh, ya, mungkin kalian sudah notice duluan, hari itu kita semua pakai pakaian bernuansa putih. Kalau kata Tante Fardal bilang, “kita mau memutihkan Taman Haliç.” Ngga ada tuntutan sebetulnya, tapi hampir semuanya datang dengan baju putih. Termasuk bocah-bocahnya.
Level lomba makan kerupuk buat ibu-ibu dan bapak-bapak slightly lebih susah karena harus sambil bunyiin kecrek. Alhamdulillah para ibu dan mbak-mbak berhasil gigit kerupuknya tanpa bantuan tangan dari siapapun.
Ehem, kan bantuan kecrek, bukan tangan.
Selain itu juga ada lomba makan kuaci.
Para bapak-bapak juga ngga mau ketinggalan. Lomba kerupuk apalagi kuaci diikutin. Walaupun sebagian harus dibujuk dulu sama istrinya.
Terlepas dari keseruan dan makanan enak yang ada, piknik bersama ini adalah momen kumpul untuk semuanya. Walaupun jumlah kami banyak, cuma acara macam ini lah yang bisa mengumpulkan semua orang.
Di acara seperti inilah rencana ketemu yang sejak lama cuma sekadar rencana akhirnya kejadian, yang sudah lama ngga ngobrol atau saling kontak pun jadi ketemu dan bertukar cerita disini.
Di acara seperti ini juga ada banyak kejutannya. Yang sebelumnya masih berperut buncit ternyata sekarang sudah gendong bayi, dan bocah yang sebelumnya masih bayi, tahu-tahu pas ketemu lagi sudah bisa duduk atau bahkan jalan. Suasana bersilaturrahim siang itu mendamaikan sekali, senang melihat semuanya saling membahagiakan dalam perayaan yang diadakan jauh dari tanah air. Sore itu, ada Indonesia kecil di Taman Haliç.
Bulan depan, saya akan memulai semester tujuh kuliah saya. Satu tahun tersisa dari perjalanan hidup tahap ini (insyaAllah). Ada banyak sekali hal yang pastinya akan saya rindukan dari Istanbul. Salah satunya adalah momen seperti ini. Momen kumpul-kumpul ketika senyuman dan tawa tampak di setiap wajah. Senyuman kebahagiaan karena telah menemukan rumah baru ketika rumah yang sesungguhnya berada ribuan kilometer jauhnya di belahan bumi yang lain.
Benar banget yang orang bilang, “ketika kamu kehilangan, kamu pun akan menemukan.”
Beginilah lebaran kami.
Selamat lebaran dari Istanbul!