Ujian pada Ujian

Halo, semua!

Mungkin di antara kalian masih ada yang sedang berjuang dalam ujian, ya. Berusaha mempertahankan atau mendapatkan nilai yang jauh lebih baik dari semester sebelumnya. Tetap semangat!. Jangan sampai godaan-godaan dari luar menurunkan semangat belajarmu!

Aku? Aku sudah menyelesaikan ujian sejak beberapa hari lalu. Hanya berlangsung selama 5 hari untuk 7 mata kuliah. Hal baiknya aku tidak perlu berlama-lama merasakan tekanan ujian, tapi berita buruknya adalah selama 5 hari itu aku harus terus berkutat dengan buku tanpa henti karena harus belajar untuk ujian keesokan harinya. Yep, melelahkan.

Semester ini, aku merasa lebih siap menghadapi ujian karena memang sudah sejak 1,5 bulan sebelumnya sudah mulai ‘pacaran’ dengan buku. Ya, aku tahu diri. Bahasa Turki bukan bahasa ibu-ku dan karena itu aku harus membaca sambil menerjemahkan, mencari  artikel terkait di internet agar lebih paham, dan membaca lagi dari awal. Kadang aku berpikir andai semua mata kuliah berbahasa Inggris, kurasa aku tidak akan merasa se-pusing dan se-lelah ini dalam belajar. Karena setidaknya memahami Bahasa Inggris yang sudah mulai aku pelajari sejak kelas V jauh lebih mudah dibanding Bahasa Turki yang.. entahlah. Bahasa ini terlalu unik.

Pada hari pertama dan kedua ujian, aku masih merasakan semangat belajarku. Aku masih merasakan hal-hal positif memenuhi kepalaku. Bahwa aku akan bisa lebih berhasil pada semester ini. Bahwa nilai-nilaiku akan jadi lebih baik. Setidaknya sedikit lebih baik. Sampai hari ke-empat, aku masih bersemangat dan menyemangati teman-teman asingku yang sudah kehilangan ‘nafsu’ belajar sejak awal,

I know my fate, Hani”
“No!, you can’t say it is your fate ’till you already tried something”

Aku berusaha memberi mereka semangat dengan caraku menyemangati diriku sendiri. Aku ingat sekali ketika masih kelas 12 waktu itu, aku dan teman-teman mengikuti Try Out SIMAK UI yang semua orang tahu betapa sulitnya. Sebelum hari H, kesehatanku sedang menurun, aku memang sering sakit akhir-akhir kelas 12 karena kelelahan. Tapi karena aku tidak ingin jadi satu-satunya orang yang melewatkan Try Out itu, aku mendaftarkan diri dan mulai belajar sebisaku.

Aku beri tahu satu hal menyedihkan dari situasiku waktu itu. Aku belum memiliki buku persiapan UN milikku sendiri karena Abi belum bisa membelikan. Ya, kurasa aku sudah pernah cerita kalau kondisi ekonomi keluargaku sedang buruk sekali masa itu. Jadi aku meminjam dari temanku yang punya tiga buku persiapan UN. Aku belajar, mencatat hal-hal penting di buku tulis, sampai satu hari sebelum hari H. Di hari ketika Try Out dimulai..

Aku terkejut. Kami terkejut karena tidak ada satu soal pun yang kami pernah lihat sebelumnya. Walau soal Bahasa Indonesia sekalipun. Bahasa Inggris? Hampir semua kosakatanya baru aku temui hari itu. Matematika? Jangan tanya. Aku menggunakan metode membaca Bismillah, Al-Fatihah, atau hapalanku yang lain sambil menunjuk pilihan jawaban yang ada sambil melihat akan berhenti dimana ketika aku habis membaca. Benar-benar yakin kalau jawabanku benar hanya karena sebuah keajaiban atau keberuntungan yang Allah pihakkan kepadaku.

Tapi sungguh benar yang mereka katakan, hasil yang akan kamu dapatkan dilihat dari seberapa besar upayamu mendapatkannya. Energi keluar=energi masuk. Hari itu, ketika nama-nama dengan nilai tertinggi dibacakan, aku tidak percaya kalau nilaiku adalah yang paling tinggi untuk jurusan IPS. Bersama dengan 2 teman sekelasku di urutan kedua dan ketiga. Ingat aku pernah bercerita soal hari-hari yang terasa magical buatku? Hari itu salah satunya. Hari ketika aku merasakan langsung manjurnya man jadda wajada.

Aku tidak pernah lupa detail hari itu sampai sekarang. Membuatku tersadar kalau Allah akan memberikan hasil yang sesuai dengan usaha kita. Jika kita berusaha keras, tidak berhenti berdoa dan menyerahkan semua kepadaNya dengan hati lapang, maka insya Allah kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Bahkan bisa jadi lebih.

Satu hari sebelum ujian hari ke-lima, aku kembali menekuni materi yang sudah aku baca sebelumnya. Sesekali membuka kamus. Di hari terakhir, akan ada 2 mata kuliah; İnkilap Tarihi (sejarah Turki dan perkembangannya) dan Türk Dili (Bahasa Turki). Keduanya bukan mata kuliah pokok, tapi tetap saja nilainya akan mempengaruhi IPK. Aku terus memaksakan diri untuk fokus ke isi materi. Tapi sampai pada pukul 9 malam, aku merasa lelah sekali.

Kepalaku berat, dadaku sesak. Aku cemas, takut. Takut kalau aku tidak akan bisa mendapatkan nilai yang cukup untuk İnkilap Tarihi. Ada sekitar 270 halaman A4 yang harus aku baca dan selesaikan malam itu juga. Walaupun sudah pernah aku baca sebelumnya, aku tetap harus mengulangi lagi untuk kembali mengingat detail-detail yang ada. Aku tetap tidak bisa mengembalikan semangat walau sudah berkali bilang “Asma bisa! Asma bisa!” kepada diriku sendiri. Tidak. Sudah lelah sekali.

Rasanya ingin langsung tertidur, bangun esok hari dan langsung melakukan ujian dengan pasrah. Tapi aku juga tidak bisa memaksakan diri untuk itu. Aku galau. Sampai  akhirnya aku menghabiskan waktu hampir satu jam untuk curhat ke beberapa teman. Mencari ‘dorongan’.

“Tugas kita cuma berusaha semampu kita. Soal hasil nanti biar Allah yang urus. Cuci muka, dzikir, kalau bisa shalat biar hatinya lebih tenang” kata mereka yang ucapannya hampir sama.

Padahal aku sudah tahu ‘kunci’ itu. Untuk menyerahkan saja segalanya kepada Yang Maha Kuasa setelah berusaha dan berdoa semaksimalnya. Tapi entah kenapa diriku lupa dan merasa ciyut sekali malam itu. Setelah diberi wejangan, aku kembali menyadarkan diri untuk tidak terlalu mencemaskan hasil. Yang terpenting adalah proses, bukan hasil. “Jangan sampai kekhawatiran Ayuk mengurangi nilai prosesnya,” kata Abi.

Kita sering kali merasakan ujian kita bertambah dengan ujian di sekolah atau di kampus. Dorongan untuk membanggakan orang tua, membuktikan bahwa kita lebih mampu, dan lain sebagainya membuat kita terlalu concern terhadap nilai. Padahal nilai tidak langsung menunjukkan kejeniusan seseorang.

Kita memang tidak diharuskan untuk terlalu memusingkan soal hasil karena itu hanya akan semakin memberatkan. Kita menuntut ilmu karena itu adalah sebuah bentuk keimanan kita kepadaNya. Karena kita sadar dan tahu bahwa kita memerlukan bekal yang cukup untuk bisa ikut berjuang membawa perubahan baik. Yang perlu kita selalu ingat dan tanyakan kepada diri sendiri adalah sudah seberapa keras usaha yang kita lakukan? karena Allah membalas sesuai dengan kerja keras yang diberikan.

Sudah bekerja mati-matian tapi hasil ‘fisik’nya–seperti nilai–malah jauh dari ekspektasi? Maka ketahuilah bahwa nilai tersembunyi yang Allah ingin kita sadari adalah lebih penting. Kita sudah tahu bahwa Dia adalah Perencana dan Penentu termaha, jadi kita hanya tinggal butuh benar-benar mempercayainya.

Kita hidup di society yang memang seringkali mementingkan hasil ‘fisik’ dari sebuah kerja keras. Itulah yang membuat kita merasa takut akan terendahkan. Tapi tenang, mereka yang berpikiran sempit, memandangmu sebelah mata, menilaimu hanya dari hasil yang mampu mereka lihat saja tanpa tahu dan mengerti usahamu sebelumnya bukanlah orang-orang yang seharusnya kamu pedulikan. Bukanlah orang-orang yang kata-katanya pantas membuat kamu merasa gagal. Jadikan itu sebagai dorongan untuk menjadi lebih baik dan membuktikan bahwa kamu tidak seperti yang mereka pikirkan.

Jadi untuk kamu, para pejuang dimana pun berada, tetap semangat dan jangan sampai kehilangan kepercayaan dirimu hanya karena bisikan-bisikan kecil dari belakang. Lakukan apa yang kamu bisa lakukan dan berdoalah agar Allah berikan hasil terbaik yang membuatmu kembali belajar hal baru tentang pelajaran kehidupan.

Tidak ada orang sukses yang tidak pernah berkali-kali jatuh sebelumnya, bukan? Terjatuh membuat kita belajar caranya bangkit. Dalam sebuah kutipan–yang aku lupa oleh siapa–dikatakan, “ketika kamu terjatuh begitu dalam, merasa beruntunglah karena tidak ada jalan lain bagimu selain ke atas”

Dan aku ingatkan kamu sekali lagi soal kabar baik ini: Allah selalu tahu mana yang terbaik untuk hambaNya. Maka hasil apapun yang kita terima, walau seburuk apapun, ketahuilah bahwa akan ada hari ketika kita bersyukur untuk itu.

Tetap semangat!

6 thoughts on “Ujian pada Ujian

Add yours

  1. Asma kerennnnnnnnn! Man jadda wajada. Aku juga suka banget sama mantera itu 😀 Semangat ya! Tiap mau belajar inget-inget tuh makanan Palembang yang bisa dinikmati beberapa waktu lagi. Tinggal menghitung hari :mrgreen:

    Like

  2. Waah, semangatnya perlu dicontoh nih kak Asma (apa kak Hani?) Jangan menyerah kaa. Semoga lulus ujiannya 😀
    Oh, iya. Ngomong2 kaka katanya pesantren yah? Pesantren dimana? Aku juga pesantren dan mau daftar YTB juga. Doain kaa

    Like

  3. Hii Asma,, So aku kenal kamu dari Instagram, actually I really need your help. Ini agak bersifat personal dan akademis sih. Aku mau tanya2 soal jurusan yang kamu lagi tekuni sekarang. Can I we discuss that via email? I hope u mind.. Terimakasih

    Like

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑